RSS

Enam

Hari-hari kembali berlalu seperti halaman demi halaman sebuah buku cerita yang terbolak-balik. Aku seakan telah benar-benar larut dalam kisah-kisah didalamnya. Ya, aku bahkan berperan sebagai salah satu tokoh dalam cerita itu. Aku merasa sedang berkelana dalam sebuah kisah yang pernah terjadi di alam nyata, hingga pada suatu sore yang lain.
Aku, juga teman-temanku sedang berkumpul di ruang Multi media, eh tentu saja aku memegang gagang telepon tanpa banyak nimbrung dalam percakapan teman-teman yang lain. Kulihat Yuda juga melakukan hal yang sama.
Sebenarnya aku sudah menahan-nahan untuk tidak menelpon. Tapi aku akhirnya menyerah juga, lagi pula tak ada alasan yang tepat kenapa aku harus berbuat seperti itu, selain menyiksa diri sendiri.
“ Selamat sore Widi “
“Eh…sore. Pasti kalau yang nelpon pada pagi, siang dan sore itu pasti aku ya. “
“ Nggak juga, tapi kalau biasanya pagi pukul setengah delapan, siang pukul duabelas, dan sore sekitar pukul empat itu biasanya Widi”
“ Heran juga ya, tiga kali sehari, Dwi pasti bosan ya “
“ Widi, kamu lahir tanggal berapa ? “
“ 5 februari, kenapa ?”
“ Jadi bener, kamu aquarius kan? “
“ Ya, tapi apa hubungannya ?”
“ Orang aquarius itu sok tahu “
“ Tapi Dwi bosan juga kan ?”
“ Widi, Widi, aku ada tanda petik”
Tanda petik? Tanda petik berarti ada sesuatu yang ingin disampaikan. Aku mencoba menenangkan diri sesempurna mungkin, tapi dadaku malah memukul-mukul genderang besar. Aku merasakan sesuatu yang tidak baik.
“ Ada apa Wi ?”
“ Yang kemarin “
Aku sudah semakin tidak tenang, aku takutkan sesuatu yang tidak baik itu, tapi aku pasrah.
“ Widi, aku senang bisa kenal sama kamu, kamu baik , tapi semua hal sudah aku pikirkan dan……… aku nggak bisa Wid.”
Aku tidak bisa berkata-kata. Aku merasakan halilintar-halilintar bersabung dan bergemuruh di dalam dadaku, tapi Dwi melanjutkan lagi.
“ Aku nggak ingin memberikan harapan, tapi kalau-kalau akhirnya memang nggak bisa, tapi kita bisa sobatan Wid “
“ Sobatan ?”
“ Iya”
“Wah, kayaknya aku nggak mau tuh “
“ Nggak mau? Aku kecewa nih “
Kecewa ? aku juga kecewa, dalam hati aku berpikir, selama ini aku terlalu menuntut dan tentu aku salah . Belum tentu juga Dwi mau terima kalau Widi itu seperti ini. Seharusnya persahabatan , itu sudah sangat cukup.
“ Widi, kamu ditelan bumi ya ?”
“ Eh…nyaris, sobatan maksudnya bagaimana ?”
“ Kamu kan sudah punya “
“ Yuda maksudnya ?”
“ Iya“
“ Jadi sobatan maksudnya seperti aku dan Yuda “
“ Iya “
“ Nggak lebih ?“
Dwi diam , aku hanya mendengar suara anjing bergong-gong.
“ Widi, semua hal ,kan harus dipikirkan. Akupun sebelumnya sudah berpikir berkali-kali “
“Dan ini keputusannya ? “
“ ……Iya”
“ Hhhh…ya...baik wi, terimakasih ya “
“ Widi, kamu tidak apa-apa kan ? “
“ Tidak apa-apa, aku bisa menjaga perasaanku sendiri “
“ Tapi Widi……Widi …“
Gagang telepon kututup walau sebenarnya sangat berat untuk kulakukan. Pukul 17:30, teman-temanku sudah pada kabur, aku heran dengan diriku sendiri, aku sedikitpun tidak menyadari kehadiran mereka, hingga mereka pulang pun, aku tidak merasakannya. Tapi suasana hatiku sedang tidak enak.
Aku buru-buru keluar dan menemui Yuda. Aku berlalu saja tanpa banyak bicara, sedang Yuda asik memainkan cabang akasia yang menjulur ke trotoar sambil asik bersiul. Aku tahu dia sedang senang, dan aku benar-benar tahu setelah Yuda menceritakannya.
“ Tadi nelpon Dwi kan? Bagaimana perkembangannya ? “
Aku tidak bisa menjawab, tapi aku balik bertanya.
“ Ayu bagaimana ? tampaknya kau sedang senang ? “
“ Yah begitulah, Dia bakal datang ke kosan. Kami bakal ketemuan di sana “
“ Hah…ke Kosan ? “
“ Kenapa memangnya ? Dia sendiri yang minta. He…tahu nggak dia bilang apa waktu kutelpon “
“ Bilang apa ?”
“ Yuda, kau pujaanku , cintaku, harapanku. Sehari saja tidak dengar suaramu aku sudah tidak bisa tenang , dan itu diucapkannya setiap kali kutelpon. “
Nasib Yuda memang sedang lebih baik, tapi apa itu tidak terlalu muluk-muluk padahal mereka baru kenal lewat telpon juga. Tapi Yuda sedang berbunga-bunga, tak baik kalau aku mengusik kebahagiaannya.
Pandanganku menerawang jauh ke langit biru, ada sesuatu yang hilang. Ya, suasana hatiku yang indah, yang seindah kebunku, penuh dengan bunga, ada yang putih dan ada yang merah, setiap hari kusiram semua, mawar melati akh……semuanya hilang. Semuanya gelap, kepalaku sakit. Kepalaku penuh pembalut. Aku susah bernafas, aku susah bergerak, pergelangan tangan dan kakiku dicengkram ke ranjang besi. Aku lelah, amat lelah sekali…….

* * *

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS